Perkumpulan Eksotika Desa Lestari Bersama Pemda Belitung Gelar Ngelakar Buku Cerite Budaye Bahari Kampong Batu Itam

Belitung, sidhiberita.com – Perkumpulan Eksotika Desa Lestari sebagai mitra pelaksana teknis UNESCO Jakarta yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Flinders University telah melaksanakan Program Pemetaan Kebudayaan dan Peningkatan Kapasitas Komunitas di Desa Batu Itam, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, pada periode bulan November-Februari 2024 serta April-Oktober 2025.

Ngelakar Buku Cerite Budaye Bahari Kampong Batu Itam. Lokasi Galeri Budaya Kampong Bahari Batu Itam, Desa Batu Itam, Sijuk, Belitung. Minggu (16/10/2025), Pukul 19.00–22.00 WIB,

Narasumber & Moderator:
H. Marzuki, S.Ip (Sekda Kabupaten Belitung) Edward Nizar, S.T (Plt. Kepala Bappeda Kab. Belitung) Fita Elyana, S.Akun (Kepala UPT PLUT KUKM Belitung) Fithrorozi, S. Kom, M.E. (Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung) H. Ir. Dharmansyah Husein (Anggota DPD RI) Asep Saepudin S. (Eksotika Desa)
Syahrul (Pelaku budaya bahari – Alun Simple Art).

Salah satu output dari program tersebut adalah disusunnya buku Cerite Budaye Bahari Kampong Batu Itam yang dikerjakan secara partisipatoris dalam rangka pemajuan kebudayaan desa dan warisan budaya bawah air di kawasan Desa Batu Itam.

Penyusunan buku tersebut menjadi upaya pelindungan terhadap kebudayaan—khususnya budaya bahari yang masih sangat kaya dan kental—di Desa Batu Itam, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Buku tersebut saat ini telah digunakan sebagai acuan bagi masyarakat untuk membuat produk baru dalam rangka pengembangan industri kreatif, kuliner dan wisata edukasi yang berbasis budaya bahari dan warisan budaya bawah air di desa batu itam selama periode April-Oktober 2025.

Namun demikian, buku tersebut perlu untuk ditelaah ulang dan mendapatkan masukan, terutama terkait rencana pemanfaatannya agar dapat lebih memberikan dampak positif terhadap upaya pemajuan kebudayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Desa Batu Itam dan Kabupaten Belitung pada umumnya.

Berdasarkan pemetaan budaya yang dilakukan oleh UNESCO Jakarta pada periode November 2024-Februari 2025 di Desa Batu Itam, Sijuk, Belitung, terungkap bahwa wilayah relictual desa tersebut masih menyimpan keragaman flora dan fauna seperti lutung, monyet ekor panjang, atau berangan (Castanopsis) dan kemang (Mangifera kemanga).

Demikian pula, wilayah sungai dan pesisir desa ini menyimpan beragam jenis tumbuhan ekosistem bakau—seperti perepat, tengar, teruntum, nyire, buta-buta, dan putut—serta beragam jenis biota laut dari mulai kerang-kerangan, tiram, kepiting, udang, hingga puluhan jenis ikan.

Kekayaan alam tersebut melahirkan kekayaan budaya bahari yang tak hanya unik, namun juga ramah lingkungan, terutama dalam hal pemanfaatan laut untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal sehari-hari.

Hal itu terlihat seperti pada praktik penangkapan ikan dengan teknologi tradisional seperti siro maupun praktik lainnya seperti nyulo, nimong, atau ngeremis.

Selain itu, beragam hasil laut tersebut juga diolah menjadi berbagai menu makanan khas baik untuk dikonsumsi sendiri maupun sebagai komoditas ekonomi. Bahkan, ragam kekayaan ekosistem budaya bahari tersebut telah menjadi sumber inspirasi bagi perajin untuk membuat bermacam produk kreatif seperti batik dengan motif khas Belitung, kerajinan miniatur kapal berbahan kayu, kerajinan keramik, ragam bentuk produk kebutuhan interior berbahan kayu bekas yang dikombinasi dengan besi, produk kuliner hingga paket wisata desa yang digagas oleh kelompok usaha masyarakat setempat.

Seluruh hal tersebut terekam dalam proses pemetaan budaya yang kemudian dituangkan dalam bentuk draft buku berjudul Cerite Budaye Bahari Kampong Batu Itam.

Buku ini disusun secara bersama-sama oleh fasilitator lokal dari unsur generasi muda desa Batu Itam bersama fasilitator pendamping dari Eksotika Desa sebagai mitra pelaksana UNESCO Jakarta.

Hal ini juga selaras dengan upaya pelindungan kebudayaan desa sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Proses pemetaan budaya secara partisipatif ini kemudian memicu pergerakan di akar rumput. Hal ini ditandai dengan didirikannya Galeri Budaya Kampong Bahari Batu Itam yang dilakukan oleh masyarakat, baik dari unsur pelaku wisata, perajin, budayawan, pelaku industri kreatif hingga ibu-ibu rumah tangga.

Gerakan ini disambut baik oleh UNESCO Jakarta dengan melangsungkan program lanjutan berupa pendampingan bagi komunitas-komunitas di Batu Itam, terutama dalam konteks penguatan kapasitas bisnis wirausahawan lokal berbasis budaya bahari.

Hal ini juga menjadi implementasi bagi pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017.

Proses pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan ini berbasis pada buku Cerite Budaye Bahari Kampong Batu Itam tersebut.

Menilik urgensi buku serta pergerakan yang dilakukan di akar rumput tersebut, perlu kiranya bagi para pelaku serta para pemangku kebijakan baik dari unsur pemerintah desa maupun kabupaten, termasuk dari dinas-dinas terkait, untuk duduk bersama guna ngelakar dan menelaah buku maupun pergerakan yang telah dilakukan dengan cara yang santai.

Ajang ini diharapkan mampu menjadi media komunikasi yang lebih intens, hangat dan berbudaya guna berefleksi sekaligus memproyeksikan langkah-langkah ke depan, khususnya bagi upaya pembangunan Desa Batu Itam dan Kabupaten Belitung secara berkelanjutan.

Tujuan Kegiatan:
Membangun ruang komunikasi kultural yang intensif antara para pelaku budaya, pelaku industry kreatif dan wisata dengan para stakeholder dan pemangku kebijakan;
Menjaring masukan dan arahan pemanfaatan buku Cerite Budaya Bahari Kampong Batu Itam serta pergerakan yang telah dilakukan oleh masyarakat.

yang menjadi galeri bagi semua pelaku industri kreatif, wisata budaya dan kuoiner yang ada di Desa batu Itam

Galeri budaya ini dikelola oleh Komunitas Lokal Desa dan didukung oleh UNESCO Jakarta dan Eksotika Desa.

nah didalamnya ada Sepiak, Alun Simple Art, KIBIT, Homestay Nek Sudar, BIFHA, YOLANDA, Pokdarwis Galang Kubu, KUPS Tunas Batu Pengasah, Sanggar Seni Pelita Budaya, Lais Mak Rat dan masyarakat nelayan.

(*/LK/Luise).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *